 |
"Tanjak di Tepi Laut"
Senja mulai turun di ufuk barat, mewarnai langit dengan semburat jingga dan ungu. Di tepi pantai yang sepi, seorang lelaki berdiri kokoh, bertanjak megah di kepala namun tanpa sehelai benang pun menutupi tubuhnya. Tubuhnya kekar, dihiasi guratan otot yang berbicara tentang kerja keras dan kehidupan yang penuh tantangan. Ia memandang laut lepas, matanya menyiratkan sebuah cerita yang dalam.
Lelaki itu bernama Amran, seorang Melayu sejati. Tanjak yang ia kenakan bukan sekadar hiasan; itu adalah lambang harga diri, warisan nenek moyang yang selalu ia junjung tinggi. Tapi mengapa ia telanjang? Itu adalah sebuah janji, sebuah sumpah yang ia ikrarkan di hadapan laut ini setahun yang lalu.
Setahun silam, Amran kehilangan segalanya. Perahu yang menjadi mata pencahariannya karam diterjang badai, dan ia pulang dengan tangan kosong. Desa mencibirnya, menyebutnya lelaki yang telah mengkhianati laut. Amran, dengan hati yang terluka, berdiri di pantai ini dan bersumpah, "Aku akan kembali berdiri di sini, hanya dengan tanjak ini, jika aku bisa bangkit dan menaklukkan kembali lautan."
Tahun itu ia habiskan di laut, meminjam perahu, berjuang melawan ombak, dan akhirnya membangun kembali hidupnya. Hari ini, ia berdiri di sini, telanjang sebagai simbol keberaniannya menanggalkan segala rasa malu, segala rintangan yang menghambatnya. Tanjaknya tetap tegak, seperti semangatnya yang tak pernah layu.
Angin laut meniup lembut, membawa aroma asin yang akrab. Amran mengangkat wajahnya, memejamkan mata, dan tersenyum. Ia telah menepati janjinya. Di kejauhan, suara deburan ombak seolah menjadi tepuk tangan alam semesta untuknya.
Laut telah memberinya pelajaran, dan ia, dengan segala keberaniannya, telah kembali menaklukkan dunia. Lelaki Melayu bertanjak ini kini tahu, bahwa tak ada yang lebih kuat dari keyakinan pada diri sendiri.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan